18 November 2010

2010 Detcon terakhir? (Detcon 2010 - Part 1)

Inilah 3 patah kata yang terlintas di pikiranku saat ini. Agak kontroversial memang, apalagi hari ini sudah dibuka pameran mading terbesar di Indonesia timur ini. Tapi kalo aku pikir lagi secara logika mungkin bisa jadi benar perasaanku ini. Detcon tahun ini terakhir.

Wah, gak bisa dibayangin lagi kalo Detcon berakhir. Kemana lagi anak muda hangout bareng temen, pacar, dan keluarga di akhir tahun ini. Kemana lagi para calon peserta mading akan menyalurkan karyanya ke tingkat yang lebih tinggi. Aku akui, Detcon lebih enak dibuat kumpul-kumpul bareng kolega ketimbang DBL yang lebih sukses.

Detcon di mataku punya banyak cerita, dan kenangan yang bersifat abadi. Mulai kenalan sama anak, buat Newspaper Design (yang sekarang diganti mading Gerak), kampanye mading, belajar bersama kakak-kakak kelas, dan lainnya. Semuanya takkan tergantikan :)

Tapi kalau sampai Detcon berakhir itu berarti sama saja "membunuh" kreatifitas anak muda dan tidak ada lagi tempat cozy untuk bercanda bareng dan membuat kenangan, mulai pengiriman mading sampai pengumuman pemenang.

Berkali-kali Azrul Ananda bermain-main dengan anak-anak muda SMP sampai SMA sebelum pengumuman pemenang mading, tiap tahunnya di sela pidatonya dengan kata seperti ini, "Siapa yang pengen Detcon lanjut?"

Lantas semua angkat tangan, walau ada yang tidak mengangkat. Kemudian Azrul bercanda, "karena yang angkat tangan sedikit, tahun depan Detcon tidak ada," semua penonton pun berteriak nada kecewa. Tapi toh nyatanya sampai sekarang masih eksis, ya kan?

Walaupun di akhir konvensi Azrul selalu mengumumkan tema tahun depan dan menjelaskan dari awal sejarah Detcon, tapi ada suatu hari nanti kelak Detcon akan ditiadakan. Masih ingat dengan buku katalog mading warna hitam yang bertajuk "Deteksi Mading Championship"? Disitu ada tulisan Azrul Ananda tentang sejarah dan suka duka Detcon yang pernah dimuat di Metropolis, tepatnya di bawah header pada tahun 2008.

Diantaranya Azrul menulis yang kalau tidak salah (berarti benar) bunyinya begini, "DetEksi bertahan karena antusiasme penggemarnya. Lewat Detcon dan DBL, DetEksi dapat bertahan melalui waktu. Namun karena waktu juga akan ada point of diminishing return (tingkat kebosanan). Entah nantinya DetEksi akan tetap bertahan karena DBL atau Detcon atau sesuatu yang baru, yang penting masih bisa berkomunikasi dengan penggemarnya."

Nah, di suatu kesempatan, ada yang pernah berkata (kalau tidak salah Azrul yang bilang :)) bahwa event DetEksi akan berhenti jika antusiasme berkurang. Lihat DetEksi Party yang tamat pada 2006 karena mulai berkurang antusiasmenya. Hanya berkurang sedikit kepopulerannya, DetEksi langsung mengakhiri event besar tersebut.

Sekarang aku melihat antusiasme pengumpul mading tahun ini berkurang. Kemarin ketika ikut mengantarkan mengumpulkan mading 3D --yang akhirnya dapat 5 pengumpul pertama, pada pukul 22.30 WIB basement masih seperti 1-2 hari yang lalu keramaian madingnya. Kalau yang tahun lalu jam segitu sampai jam 00.00 WIB lewat mengalir terus pengumpulnya. Kemarin itu mandek sampek jam segitu-itu.

Sama seperti pengiriman mading ke PTC (loading), keramaiannya biasa. Gak heboh. Selain itu, yang bisa kita pakai sebagai tolok ukur kesuksesan Detcon bisa dilihat di Metropolis Jawa Pos setiap harinya. Pada tahun-tahun sebelumnya, jika pengumpul mading jumlahnya meningkat dan memecahkan rekor tahun-tahun sebelumnya langsung dimuat sebagai bentuk kebanggaan. Aku lho, yang baca Jawa Pos tiap hari tiap pagi blas gak ada berita tentang peningkatan rekor pengumpul mading.

Ketakutanku akan berakhirnya Detcon bertambah karena ada kabar bahwa tim jurnalistik SMK PGRI 1 Gresik, Madkresi, tahun 2010 ini adalah tahun terakhir mengikuti Detcon! Padahal mereka juara bertahan, gak pernah absen ikut Detcon. Berkali-kali masuk Top Ten dan memenangkan Best School. Pada mau tahu kenapa sebabnya?

Pada tahun 2009 lalu, sistem pemenangan trofi John & Chris Mohn (Best School) diubah. Yang dulu dari akumulasi nilai ketiga mading dari tiap sekolah, tapi sejak saat itu diubah menjadi banyak-banyakan medali, jadi seperti olimpiade.

Menarik sih, bentuk medalinya juga tidak kepikiran bagaimana bentuknya. ternyata patung Det dari Perak, Emas, Perunggu memegang bulatan medali. So out of the box. Tapi jadi lebih memaksa kita untuk meraih semua medali tersebut. Yang dulunya juara bertahan jadi jatuh karena perubahan sistem, seperti Madkresi.

Madkresi tiap tahun tidak pernah absen dari Top Ten, bahkan sesekali dua kali berkali-kali dapat Best School. Karena harus banyak-banyakan medali, Madkresi kalah. Tahun lalu, hanya mading 3D saja yang menang Top Ten Gold Medal. Selain itu tidak ada lagi.

Mereka telah mewakilkan model tapi kalah, begitu juga pada supporting event lainnya kecuali jurnalis blog. Alhasil gelar Best School direbut oleh "sekolah-sekolah-yang-nyentrik", sekolah yang bikin sekolah lain geregetan karena ulah sekolah-sekolah tersebut. Tahu kan yang aku maksud? hehehehe....

Mungkin ini keputusan yang besar bagi Madkresi dan keluarga besar SMK PGRI 1 Gresik, tapi mau bagaimana lagi. Mungkin dipikiran mereka, kalau mereka terus ikut lomba semacam Detcon tidak membawa kemenangan banyak mendingan disudahi saja daripada rugi. I'm sorry to hear that, brothers.

Dari kesimpulanku diatas, mungkin sekarang masih banyak yang tidak ingin Detcon berakhir. Ya, itu termasuk aku. Tapi sekali lagi diatas hanya sebuah pendapat. Terima silakan, tidak tak apa-apa. Toh aku juga masih berharap Detcon terus ada sampai Azrul Ananda berjenggot. Karena kelak jika ku punya anak, aku akan menyuruh anak-anakku untuk ikut Detcon. Dan aku akan bilang pada mereka, "ini lho nak, dulu bapak juga seperti ini. Lanjutkan ya :)"

Tidak ada komentar:

Posting Komentar