24 September 2011

Cinta itu kan harusnya penuh ketenangan, kenapa kalian bikin tidak santai?

Read More and Comments

10 September 2011

Mimpi Mati (1)

Pagi ini beda dengan pagi biasanya. Bangun tidur terasa gelisah, mencoba istighfarpun belum tentu merasa tenang. Saya atur nafas saya dan berbisik, "semua akan baik-baik saja" pun belum cukup.

Semua itu karena tadi malam saya mimpi yang benar-benar menjadi mimpi buruk terbaik bagiku. Karena tadi malam saya mimpi diri saya meninggal.

Ya, meninggal alias wafat.

Pernahkah terpikir di benak kalian bagaimana rasanya meninggal? apa yang akan terjadi setelah nyawa kita terlepas dari jasad kita? apalagi kita meninggal dalam usia yang relatif muda? lalu amal apa yang kita bawa ke akhirat? duh.

Belum lagi, didalam mimpiku ini orang-orang dikehidupan saya muncul semua. Ditambah dengan tempat-tempat yang mungkin saya tahu ada didalamnya. Mungkin saya akan cerita lebih jelas dibawah dan sepertinya akan banyak yang akan diceritakan.

***

Suatu hari yang mendung, entah kenapa dirumah saya ada banyak anak Mading KAOSt angkatan sekarang (2010-2011) main ke rumahku. Sepertinya kami sedang melepas penat setelah menang atau apa, yang penting didalam mimpi itu kita hanya tertawa lepas dan bermain apa adanya untuk saling menghibur.

Tiba-tiba pada satu kesempatan, Fiqhi di depan kamar mandi depan di dalam rumah saya itu -entah sengaja atau tidak- memecahkan senampan gelas dan ceret dari kaca. Lalu dia teriak dari kejauhan, "Lek ngene iki salahe sopo??"

Spontan arek-arek langsung diam. Saya sendiri yang duduk di kursi depan pintu masuk rumah hanya duduk dan ingin melihat ada apa.

Lalu Fiqhi datang dengan emosi, lalu cekcok dengan salah satu anak laki-laki (belakangan diketahui cowok). Lantas mereka berdua adu mulut dengan suara yang begitu keras. Saya dan teman-teman KAOSt yang lain hanya memperhatikan saja tanpa tahu apa-apa.

Spontan, mereka mengambil gelas-gelas yang sudah pecah tersebut dan membuatnya senjata. Sambil menodongkan pecahan gelas yang tajam satu sama lain, adu mulut mereka makin keras. Akhirnya mereka memulai "bertarung" menggunakan gelas tersebut.

Belum sempat kena satu sama lain, saya inisiatif untuk mendamaikan mereka berdua. Saya berlari dan merentangkan tangan saya dengan maksud memisahkan kedua belah pihak. Entah kenapa, waktu berlari sampai waktu berusaha melerai mereka waktu terasa berjalan lambat.

Semakin sampai ke posisi mereka berdua, kecepatan saya berlari makin lambat. Perlahan tapi pasti waktupun tiba-tiba berhenti dan boom, Semua menjadi gelap.

***

Entah kenapa, tiba-tiba saya terbangun dari tidur. Saya tidur di kamar orangtua saya yang sekarang ditempati oleh nenek saya. Saya bangun dan bergegas keluar dari kamar lalu entah kenapa menuju dapur belakang.

Di dapur belakang itu kan ada jendela kedua kamar kakak saya. Pertama mereka tutup secara bergantian, lalu beberapa lama kemudian mereka berdua membukanya lagi. Entah apa maksudnya.

Kemudian saya masuk ke tengah rumah saya lagi, ternyata diluar mendung luar biasa --atau bahkan kabut asap hitam. Saking gelapnya dan menyeramkannya, suasana dirumah saya jadi gelap tanpa ada lampu yang menyala sama sekali, padahal kalau tidak salah jam masih menunjukkan pukul 2 siang.

Ketika saya mau menyalakan lampu tengah, tiba-tiba saya terperangah dengan pemandangan menakjubkan diluar : sebuah gerhana matahari. Tapi gerhana matahari ini berbeda, mataharinya lebih besar dari yang pernah ada. Begitupun dengan ukuran bulan yang tidak lazim, seperti kedua planet tersebut dekat sekali dengan bumi.

Saya ngeri melihatnya. Langsung saya menuju kamar saya dan duduk di tempat tidur. Sampai disini, mimpipun melompat.

***

Tiba-tiba saya duduk disuatu tempat yang sempit namun ramai sekali. Kalau kalian pernah lihat film barat, suasananya seperti ruang ganti pemain futbol. Disitu penuh orang-orang tinggi.

Saat ini siang hari.

Ternyata, tempat itu adalah tempat dilangsungkannya DBL. Saya pun langsung antri beli tiket di loket yang tempat antrinya pun sempit pula.

Ketika sudah sampai barisan terdepan, saya didesak sama orang belakang, padahal saya sudah pegang tiketnya. Saya teriaki orang itu untuk tertib antre namun ternyata tidak digubris. Yasudah saya duduk saja di tempat duduk yang dekat.

Lalu saya melihat salah satu senior saya di Despro lewat. Saya tidak kenal dekat dengannya tapi tahu namanya. Dia lewat begitu saja, entah apa maksudnya.

Tiba-tiba saya dijawil seseorang seraya memanggil, "Bu, Bu, reneo, melok aku!"

Ternyata dia Ajez, teman saya sejak SMP sampe SMA. Dia suruh saya untuk mengikutinya, kemudian saya dibawa keluar dari tempat itu dan diajak ke sebuah tempat yang arsitektur, suasana, juga barang-barang disekitarnya mirip dengan klenteng, semua berwana merah. Namun disitu ada sebuah pagelaran seni tari, dan yang menontonnya banyak.

Saya disuruh Ajez untuk duduk sebentar menunggu karena akan memanggil ''seseorang". Saya pun melihat-lihat saja tarian-tarian tersebut. Tapi ya aneh, masak di klenteng ada acara kayak gitu. Gatau lagi sih kalau benar.

Kemudian dari kejauhan saya melihat teman saya -saat bangun ini saya lupa siapa yang saya temui waktu bagian ini, dan berlari mendekatinya. Yang pasti teman saya yang satu ini perempuan dan sedang bercengkrama dengan teman-temannya.

Saya berlari dan menghampirinya sembari memanggilnya. Tapi dia seperti ngeri sambil bilang, "eh siapa yang manggil aku?"

Temannya : "gak tau, emang ada?
Temannya satu lagi : "kalau gak salah kita cuma guyonan saja daritadi,"

Lalu saya menepok bahunya, "Hei, ini aku, Abu!"

Teman saya pun tambah ngeri, seperti tidak melihat saya. Sebenarnya, apa yang terjadi dengan saya?

Lalu Ajez pun memanggil, "Bu, sinio, penting!"

Saya pun menghampiri Ajez. Saya kaget apa yang saya temukan bersama Ajez di suatu sudut Klenteng. Ternyata, seseorang tersebut adalah Tuyul. Tapi tuyul yang satu ini beda. Tubuhnya memang anak-anak, tapi omongannya seperti omongan orang dewasa yang rapih dan tertata dengan baik.

Si Tuyul tiba-tiba berbicara sesuatu yang tidak saya duga dan mengagetkan, "Kamu sudah mati, bu."

Jleb.


Saya : "Ha? Apa?"
T: "Iya, seharusnya kamu sudah gak ada di dunia ini."
Saya : "Tidak mungkin! Bagaimana bisa? Padahal saya baru saja bersama teman-teman saya pagi ini tapi kenapa kamu bilang begitu? tolong jelaskan!"
T: "Itu yang tak bisa aku jelaskan. Yang jelas kau harus pergi dari dunia ini."

Saya rasa muka saya pucat waktu itu. Lalu Ajez pun menyambung omongan si Tuyul.

"Iya bu, tapi maaf, kamu emang sudah meninggal. Untuk saat ini cuma aku yang bisa lihat kamu, bu," jelasnya dengan kata yang pelan.

"GAK JEZ! GAK MUNGKIN! AKU INI MASIH HIDUP! AKU MAU PERGI SAJA, KALIAN GILA!"

***

Saya pun berlari keluar klenteng, melewati sekelompok penari yang masih meliuk-liukkan tubuhnya dengan kostum berwarna kuning terangnya, lalu berlari diantara kerumunan penonton.

Sesampainya diluar, saya melihat mbak saya dari jauh. Saya coba SMS mbak saya, "Mbak aku ada di klenteng juga! Tolong aku, aku mau pulang, disini aneh!"

SMS telah terkirim dari hape di genggaman. Lalu saya hampiri mbak saya di sebelah tribun penonton tanpa atap, yang -sudah pasti- panas karena sengatan matahari. Saya menaruh hape saya di sebelah tembok tribun dan menghampiri mbak saya.

Tapi setelah saya menghampirinya, dia melewati saya begitu saja. Lalu mbak saya menemukan hape saya, "Lho ini kan hapenya Abu? Kok bisa disini?"

Saya pun berbalik arah menuju dirinya lagi sambil berteriak didekatnya, "MBAK INI AKU, ABU! AKU INGIN PULANG! AKU MERASA ANEH DISINI!"

Ternyata mbakku hanya merespon aneh, sama seperti teman saya yang saya temui sebelumnya, dia seperti tidak tahu siapa yang berbicara dengannya. Dia sama sekali tak melihat saya!

Saya mampu melihat, bersuara, menyentuh, tapi posisi saya hanya sebuah ruh.

Lalu saya berlari dan mengambil hape saya kembali yang tergeletak. Saya kabur darinya sembari menangis.

Kemudian di malam harinya di suatu jalan, saya bertemu dengan teman-teman kampus saya, entah apa yang mereka lakukan disana. Yang pasti, saya berada didekat Saki, Eka, dan Dimas "Zoso", saya pun juga berusaha memanggil mereka dengan nada pelan dan lirih, tapi mereka tidak juga dengar malah meninggalkan saya.

Dalam hujan saya menangis dan merenung ada apa ini, saya tidak tahu mengapa tiba-tiba saya sudah terpisah dengan jasad saya. Lalu tiba-tiba Ajez datang dan menepuk bahu saya dan berbicara kepada saya.

"Sepurane bul, awakmu kudu ikhlas. Aku yo gak trimo awakmu ndhisiki tapi yaopo maneh,"

Saya masih tetap menangis.

"Pulango bul, keluargamu nunggu nang omah," lanjutnya.

Baiklah, kemudian saya pulang sambil berlari menuju rumah. Di rumah saya terasa sekali suasana dukanya. Sebagian keluarga besar berkumpul dengan baju hitam-hitamnya dengan muka suram, saya berlalu masuk dan menuju kamar saya, menyusul jasad saya dan orang-orang yang berkumpul disekitar jasad saya.

Sebelum saya masuk kamar, saya sudah terbangun dari mimpi terburuk saya, lewat diwaktu subuh. Oh, God. Mimpi macam apa ini?

(sepertinya masih bersambung)
Read More and Comments